Hukum Transplantasi Hewan pada Manusia dalam Pandangan Islam


Author : Lestari Mahyudin. 2010.

A. Transplantasi Organ “Hewan yang Halal” pada Manusia

Penelitian yang bertujuan mentransplantasikan jaringan sel dan organ hewan pada tubuh manusia kini banyak dilakukan di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris. Apakah praktik-praktik seperti ini dapat disamakan dengan upaya mengubah pola-pola (sunnah) Allah SWT dalam penciptaan makhluk? Bagaimanapun Al Qur’an telah menyebutkan kebulatan tekad setan untuk mengelincirkan manusia dari jalan yang benar, yakni:

“Dan aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka (manusia) dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lau mereka benar-benar memotongnya dan aku akan menyuruh mereka mengubah ciptaan Allah, lalu mereka benar-benar melakukannya….”(Q.S. An Nisa: 119)

Dilema ini bisa dijawab dengan mengatakan bahwa niat atau tujuan mentransplantasikan jaringan sel atau organ hewan pada manusia adalah semata-mata untuk menyelamatkan nyawa manusia, dan tentu saja bukan untuk merusak ciptaan Allah SWT. Walaupun Al Qur’an tidak menyinggung masalah transplantasi dari hewan pada manusia, namun dalam Al Qur’an sangat menekankan keselamatan nyawa manusia, hal ini sesuai dengan firman Allah:

“Barangsiapa menyelamatkan satu nyawa, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan umat manusia seluruhnya.” (Q.S. Al Ma’idah:32).

Penekanan inilah yang mendorong untuk membolehkan transplantasi organ hewan pada tubuh manusia. Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi, pada pertemuan kerjanya yang ke-8, yang dilaksanakan pada tanggal 19-28 Januari 1985, menetapkan bahwa syari’at  membenarkan pengambilan organ hewan yang halal yang telah disembelih menurut ketentuan Islam untuk ditransplantasikan pada tubuh manusia.

Akademi Fikih Islam India pada seminar pertamanya di New Delhi (Maret 1989), menetapkan kebolehan mengganti organ manusia dengan organ hewan yang halal yang telah disembelih menurut ketentuan Islam.

Almarhum Syekh Jad al Haqq ‘Ali Jad al Haqq, mantan rektor Universitas Al-Azhar, menyatakan dalam bukunya “Pengkajian dan Fatwa-fatwa Hukum Islam tentang Masalah-masalah Modern”, bahwa gigi manusia boleh diganti dengan gigi hewan yang halal.

Dr. Fayshal Ibrahim Zhahir, Ketua Departemen Ilmu kedokteran Islam Universitas King Fayshal Ibn ‘abd al Aziz, Arab Saudi, dalam bukunya “Dialog dengan Seorang Dokter Muslim” menyatakan bahwa tidak ada larangan untuk mentransplantasikan organ tubuh hewan yang diambil dari hewan yang halal pada manusia untuk tujuan menyelamatkan nyawa atau meningkatkan kualitas hidup si penerima organ. Selanjutnya, ia menerangkan bahwa Allah SWT telah menjadikan hewan-hewan tersebut sebagai sumber manfaat bagi manusia.

Majelis Ulama Port Elizabeth, Afrika Selatan, dalam menjawab daftar pertanyaan yang diajukan oleh Asosiasi Medis Islam Afrika Selatan tentang transplantasi organ hewan pada manusia, menyatakan bahwa syari’at membolehkan transplantasi organ hewan pada manusia untuk menyelamatkan nyawa atau meningkatkan kualitas hidup. Kebolehan ini didasarkan pada syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Organ yang akan ditransplantasikan harus berasal dari hewan yang halal, yaitu hewan yang halal dikonsumsi oleh umat Islam.
  2. Hewan halal tersebut harus disembelih secara islami.

B. Transplantasi Organ Babi pada Manusia

Ada perbedaan pendapat dalam masalah pemanfaatan jaringan sel dan organ tubuh babi untuk tujuan medis. Beberapa di antara mereka menganggap obat-obatan tidak termasuk dalam kategori kebutuhan mendesak seperti halnya makanan. Untuk memperkuat pendapat ini, mereka mengutip hadits yang berbunyi:

“Sesungguhnya Allah tidak menyediakan obat bagi kamu dalam apa-apa yang Dia haramkan untukmu.”

Majelis Ulama Port Elizabeth berpendapat bahwa karena babi berikut seluruh bagian tubuhnya dianggap najis berat (najasat al ghalizhah) oleh syari’at, maka haram pula mengambil manfaat apapun dari hewan ini sekalipun untuk tujuan medis.

Di pihak lain ada yang menyamakan keterdesakan medis dengan keterdesakan dalam hal makanan, karena keduanya sama-sama penting bagi kelangsungan hidup. Al Qur’an mengizinkan orang islam yang terdesak oleh kelaparan untuk mengkonsumsi daging babi:

“…Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, ,maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”  (Q.S. Al baqarah:173)

Karena itu, pemanfaatan  jaringan sel atau organ tubuh babi untuk menyelamatkan nyawa manusia hukumnya adalah boleh. Tiga kutipan berikut ini adalah sebagian di antara pandangan-pandangan yang memperbolehkan transplantasi organ tubuh babi pada manusia:

  1. Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi, berpendapat boleh mentransplantasi hewan yang dagingnya haram dimakan pada tubuh manusia atas dasar kebutuhan yang mendesak
  2. Akademi Fikih Islam India juga membenarkan pengambilan organ hewan yang dagingnya haram dimakan atau organ hewan yang halal dimakan tapi tidak disembelih  secara islami untuk ditransplantasikan pada tubuh manusia. Namun kebolehan ini dibatasi oleh dua syarat: pertama tidak ada lagi jalan keluar yang lain, kedua, nyawa si penerima organ dalam bahaya atau organ tubuhnya rusak dan tidak dapat di perbaiki lagi.
  3. Dr.Fayshal Ibrahim Zhahir berpandangan bahwa boleh mentransplantasikan organ tersebut pada tubuh manusia berdasarkan prinsip fikih tentang keterdesakan yang membuat hal-hal terlarang menjadi boleh. Dengan demikian, kebolehan dalam kasus ini bersifat kondisional, yakni boleh dilakukan hanya apabila tidak ada organ tubuh hewan yang halal.

Rujukan : Abul Fadl Mohsin Ebrahim. Kloning, Eutanashia, Transfusi Darah, Kloning Organ dan Eksperimen Pada Hewan. Jakarta : Serambi; 2001. 43-47.

2 responses to “Hukum Transplantasi Hewan pada Manusia dalam Pandangan Islam

  1. syukran kathiran,sememangnya info yang amat membantu.
    mohon di-share di blog saya ya :)

Leave a comment